Cerita Pendek Seorang Perempuan Bernama Aglya
Hanya suara denting alat makan
yang saling menyentuh yang memenuhi ruangan berwarna cream. Disana terdapat 2 orang dewasa dan 1 anak berusia tanggung
yang sedang duduk disebuah meja makan berukuran besar.Diatas meja makan tersaji
4 potong ayam bakar , 4 buah apel , semangkok besar nasi , 4 tahu , 4 tempe ,
beberapa daun selada dengan hijau yang menggiurkan , 4 gelas tinggi , 4 piring dengan 1 piring yang masih tertutup dan semangkok
kecil sambal berwarna merah pekat. Tak ada saling bicara apalagi hanya sedikit
berbasa-basi. 3 orang itu asik sendiri dengan makanan masing-masing.Acara makan
malam yang sangat membosankan. Si anak tanggung mengambil tisu yang ada didekat
gelas tingginya , mengelap mulutnya lalu mendorong kursinya secara perlahan.
“Saya ingin pergi kerumah teman sebentar kami ingin
mengerjakan tugas.” Ucap si anak tanggung.
“Hati-hati.” Ucap wanita paruh baya dengan rambut sedikit
beruban.
Si anak tanggung melirik sosok
laki-laki paruh baya yang rambutnya sudah banyak beruban. Tak ada respon sama
sekali dari laki-laki paruh baya itu. Tak lama laki-laki itu menoleh pada si
anak tanggung. Matanya yang sudah berkantung besar itu mengangguk pada si anak
paruh baya.Senyuman tersungging dengan terpaksa dari bibir si anak tanggung.Si
anak tanggung menunduk menandakan pamit kepada dua orang dihadapannya. Setelah
memasukan kursi pada kolong meja , si anak tanggung berjalan pada sebuah pintu
besar berwarna coklat mahoni. Saat melewati ruang tamu seorang wanita yang
mengenakan daster bunga berwarna merah menunduk pada si anak tanggung itu.
“Mau kemana non malam-malam?”Ucap perempuan itu.
“Saya mau jalan-jalan sebentar.”
Perempuan
berdaster bunga merah itu mengangguk mengerti maksud majikannya itu. Sudah
biasa majikannya itu keluar malam . Entah untuk apa perempuan itu pergi , perempun berdaster bunga merah tak pernah
tahu kemana perginya majikannya itu , jika majikannya sampai dirumah dengan
baik-baik saja itu sudah cukup. Ia tahu betapa majikannya itu sedang memikul beban yang berat. Jika ini cara
majikannya untuk meluapkan masalahnya ia takan melarang majikannya yang sudah
diasuhnya sejak bayi itu.
“Hati-hati non.”
“Pasti.” Ucap si anak tanggung dengan senyum yang tulus.
Si anak
tanggung mengambil kunci mobil yang ada pada meja tamu bundar berwarnya coklat.
Si perempuan berdaster bunga merah membukakan pintu bagi majikannya itu. Si
anak tanggung menyunggingkan senyumnya lagi pada si perempuan berdaster bunga
merah lalu berjalan mendekati mobil sedan berwarna hitam. Si anak tanggung
menyalakan mobil lalu memakai sabuk pengaman segera ia menjalankan mobil itu
melewati pagar rumah dua pintu yang menjulang. Di dekat pagar sudah berdiri
seorang pria berseragam satpam yang tersenyum kearah jendela pengemudi. Si anak
tanggung menekan klakson sebagai tanda terimakasih.
Kini Si
perempuan tanggung itu benar-benar sendiri hanya suara seorang penyiar radio
yang sedang asik menyapa pendengarnya.Lebih baik seperti ini,pikirnya.Biarkan
si penyiar itu bercakap-cakap memenuhi seisi mobil agar si anak tanggung tak
sendiri. Si anak tanggung mengemudi dengan kecepatan tinggi menuju gerbang tol.Ini
kebiasaanya tiap malam , jika si anak tanggung sedang merasa jenuh. Namun ,
sejak sebulan lalu hal ini sudah menjadi rutinitasnya. Ia lebih memilih pergi
jauh-jauh dibandingkan pulang kerumah yang digadang-gadang lebih nyaman dan
lebih indah dibanding istana. Tiap mendengar ungkapan itu si anak tanggung itu
hanya dapat terkekeh lalu tersenyum yang benar-benar dipaksakan.
“Rumah? Istana ? Apa Saya harus tertawa?”
Si anak
tanggung mengendarai dengan kecepatan tinggi itu didukung suasana jalan tol
yang sepi karena sudah melewati jam pulang kantor. Beberapa kali Si anak
tanggung menyalip tiap truk maupun mobil lain yang menghalangi jalannya. Dengan
seperti ini ia dapat melupakan segala masalah yang sedang ia hadapi. Dari tiap
orang yang terus menyalahkan dirinya. Itu sangat menyiksa si anak
tanggung.Rumah pun tak dapat menjadi tempat ternyamannya setelah kematian
kakaknya, Agra. Hanya Agra yang memahami dirinya.Hanya Agra yang bersedia
menemani dirinya kemanapun ia pergi. Hanya Agra yang tiap kali menanyakan
dirinya , jika si anak tanggung belum pulang walau jam baru menunjukan puku
19.30 WIB. Setelah kematian Agra sebulan lalu si anak tanggung benar-benar
kehilangan sebagian dirinya. Ia kehilangan sosok pelindungnya. Tak ada yang mengkhawatirkannya
tiap larut malam ,jika si anak tanggung belum pulang kerumah.tak ada lagi sosok
yang dapat memberikannya pelukan hangat.Tak ada lagi yang mendengarkan
ocehannya lagi dan tak ada lagi yang mengusap rambutnya lagi.
Aglya
menyeka tiap tetes air mata yang mengalir melewati pipinya.Ia sangat merindukan
sosok kakaknya itu.Jika kakaknya masih ada ia akan mengusap pundak Aglya dan
membiarkan Aglya bersandar pada pundaknya.
Dibanding dengan orangtuanya , Aglya sangat dekat dengan kakaknya , bi Ani
dan satpamnya Joni . Sejak kecil Agra maupun Aglya sangat sedikit sekali
mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya , itu dikarenakan kedua orang
tuanya sibuk mengurusi beberapa usahanya yang tersebar didalam maupun luar
negeri . Memang kedua orang tuanya dikenal sebagai salah satu konglomerat di
negaranya.Orangtua mereka menganggap
jika kebutuhan anaknya sudah tercukupi itu akan membuat kedua anak
mereka senang. Memang Agra dan Aglya dapat membeli apapun dengan hanya
menggesek kartu kredit mereka. Namun bukan itu yang dicari oleh dua bocah itu.
Mereka ingin orangtua mereka memuji keberhasilan yang dicapai mereka
masing-masing.Piala-piala yang mengisi lemari dan serifikat yang dijilid rapih
dan beberapa yang difigura hanya berupa hiasan biasa.Mereka tak pernah
mendapatkan pujian dari pencapaian mereka .Hanya Bi ani dan Pak Jonilah yang
tersenyum dan memuji mereka jika mereka membawa sertifikat dan juga
piala.Karena itulah bagi Aglya rumah bukannlah tempat ternyamannya.Ia sendiri
merasa asing dengan orangtuanya.
Aglya
mengemudi memasuki rest area. Perempuan itu langsung memilih drive thru makanan
cepat saji dan memesan burger dan segelas besar minuman soda. Setelah transaksi
ia langsung menajalankan mobil dan memilih tempat parkir yang langsung
menghadap jalan tol.Belum puas membeli makanan , Aglya keluar dari mobil dan
membeli tahu sumedang yang baru saja digoreng dan secangkir kopi.Ia kembali
masuk kedalam mobilnya.Kini bau mobilnya benar-benar campur aduk , namun
menggugah selera. Bayangkan bau dari lelehan keju pada burger , bau tahu
sumedang yang masih mengebul dan bau kopi yang sangat khas. Semua makanan itu
ia taruh pada kursi disampingnya. Ia langsung menghidupkan radio dan AC.
Perutnya
terasa lapar hingga beberapa makanan sedang bersiap menunggu memasuki perut
perempuan itu. Tadi saat makan malam dirumah ia hanya makan beberapa suap ,
karena perempuan itu sudah gerah dengan situasi yang ada. Pertama Aglya melahap
burger disambut dengan beberapa potong tahu yang masih berasap. Tiap malam
Aglya selalu berburu kuliner, ia lebih
baik makan diluar lalu mencarinya sediri dibandingkan dirumah. Terkadang hasil
buruan kulinernya ia bawa pulang untuk dimakan dikamarnya lagi.Aglya mengambil
segelas soda lalu menyeruputnya agar tenggorokannya tak serak. Kini disampingnya
hanya ada segelas soda dan seglas kopi yang aromanya masih dapat dihirup.
Aglya memandang kursi
disampingnya.Membayangkan ada seorang laki-laki-laki tampan yang sedang duduk
disampingnya dengan berkemeja putih dan sedang tersenyum padanya. Ia
membayangkan kakakya sedang bersamanya disini.Perlahan mata Aglya berbinar dan
bersiap menumpahkan segala isinya.Orang yang sangat dirindukannya sudah ada
didepannya.Aglya ingin langsung memeluk laki-laki disampingnya itu.Ia tak dapat
menyentuhnya apalagi memelluk sosok yangia bayangkan benar-benar berada
didekatnya saat ini. Air mata Aglya pun membasahi pipinya yang kini sudah
berwarna merah menahan segala emosinya.
“Bisakah kakak tetap
disini? Aku sangat kesepian. Tak ada yang memelukku lagi.Tak ada yang
menenagkan aku lagi sekarang. Orang-orang sibuk menyalahkan aku kak!” Ucap
perempuan itu terisak.
“Semua menyalahkan aku! Aku dianggap pembawa sial oleh
mereka semua ! “ Ucap perempuan itu
sembari memukul stir kemudi.
Napas
Aglya tersengal-sengal seperti ia baru lari maraton.Perempuan itu ingin
meluapkan segala unek-uneknya yang sudah ia tahan selama sebulan.Perasaanya
sudah meletup-letup . Rasa kesal , kecewa bahkan dianggap pembawa sial
bercampur aduk .Aglya langsung memegang keningnya.Di keningnya terdapat luka
sobek yang panjang yang ia tutupi dengan poninya.Ia begitu benci dengan lukanya
itu sehingga Aglya langsung memukul luka dikeningnya.Hingga luka itu sobek
lagi.
“Luka sialan!”
Aglya langsung mencari kotak obat yang
seingatnya terdapat kain kasa dan plester yang ia letakan di tempat duduk
tengah.Seterlah ia mendapatkan kotak itu ia langsung mengambil kapas dan alkohol
untuk membersihkan lukanya.Sesekali perempuan itu menjerit menahan perihnya
alkohol. Setelah bersih ia menutupi lukanya dengan kain kasa lalu merekatkannya
dengan plester. Rasa perihnya tak sebanding rasa sakit hatinya selama ini
dianggap sebagai pembawa sial.Lebih baik ia pergi kemanapun asalkan tak pulang
kerumahnya.Karena disana ia hanya dianggap seperti pajangan yang tak gunanya
sama sekali yang lebih baik dibuang saja dibanding dipajang didalam lemari
kaca.
Ia
dianggap sebagai pembunuh kakaknya yang meninggal pada bulan lalu.Saat itu Agra
dan Aglya pergi kesebuah taman dibilangan Jakarta.Mereka selalu pergi berdua
karena orangtua mereka tak mempunyai waktu untuk mereka walau sekedar
basa-basi.Di tengah perjalanan , Agra
yang waktu itu menyupir berusaha menghindari lubang yang cukup dalam dengan
membelokan stirnya kekanan . Tanpa diduga sebuah truk cold diesel dari arah sebaliknya melaju dengan sangat cepat dan
tabrakan pun tak dapat dihindarkan. Hanya itu saja yang diingat perempuan yang
bernama Aglya itu.Yang ia tahu karena kematian kakaknya itulah ia dianggap
pembawa sial.Orang tua mereka belum menerima atas kepergian Agra yang mendadak
, maka saat makan malam tiba semua sajian , piring,sendok garpu ,gelas tinggi
disajikan untuk 4 orang.
Tahu
rasanya orangtua sendiri mengganggap anaknya sebagai pembawa sial? Dan hanya
pembantu dan satpam yang jelas-jelas tak ada hubungan darah sama sekali yang
mengganggap kalian sebagai manusia biasa? Sakit dan perih itu yang dirasakan
seorang perempuan yang bernama Aglya.Seperti luka yang disiram oleh air peras jeruk
nipis. Entah sampai kapan perempuan itu dapat bertahan dengan perilaku
orang-orang yang menganggapnya pembawa sial. Jangan tanyakan pada Aglya apakah
ia merasa kehilangan atas perginya Agra. Ia pasti yang paling merasakan duka
yang mendalam. Bagaimana tidak selama ia berusia 0 sampai sekarang Agralah yang
selalu berada didekatnya , yang berusaha menghiburnya, dan berusaha mengerti
dirinya.Bukanlah orangtuanya. Yang Aglya harapkan hanya 1 jangan anggap
perempuan itu sebagai pembawa sial.
Intan Kurniasari S
Komentar
Posting Komentar