AGAMA dan MASYARAKAT
ETIMOLOGI
Pelembagaan
Agama
Agama, Konflik dan Masyarakat
Konflik
yang ada dalam Agama dan Masyarakat
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
https://nathaniaseptavy.wordpress.com/tag/pelembagaan-agama
http://tantridilogi10.blogspot.com/2013/06/fungsi-agama-dalam-kehidupan.html
Menurut KAMUS BESAR
BAHASA INDONESIA.Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata
"agama" berasal dari bahasa Sanskerta agama yang berarti
"tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi
yang berasal dari bahasa lisan religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog
Max Müller,
akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio,
awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau
dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (
kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ).
Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir,
Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama
pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan
hanya disebut sebagai "hukum".
1.
Emile Durkheim
Agama merupakan sistem yang menyatu
mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda
sakral, yakni katakanlah benda-benda yang terpisah dan terlarng. Kepercayaan-kepercayaan
dan peribadatan-peribadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke
dalam suatu komunitas moral yang disebut gereja.
2.
Karl Marx
Marx beranggapan bahwa agama adalah
“candu masyarakat” yang mengelabuhi kesadaran manusia. Manusia seharusnya
bekerja dan hidup untuk kebutuhan yang dirasakanya saat ini, yakni
“kesejahteraan ekonomi”.
3.
Frans Dahler
Agama merupakan hubungan
manusia dengan kekuasaan yang suci dimana kekuasaan yang suci tersebut lebih
tinggi dari manusia.
FUNGSI AGAMA
1. Fungsi Edukatif
Ajaran agama secara yuridis (hukum)
berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi
penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang
benar menurut ajaran agama masing-masing.
2. Fungsi Penyelamat
Dimanapun manusia berada, dia selalu
menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi
kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi
Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut
Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah
umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka
bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif
(pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai
rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah
terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi
agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana
keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai
dengan terbuka dan jujur serta setara.
3. Fungsi Perdamaian
Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang
yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri
sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan
mengubah cara hidup.
4. Fungsi Kontrol Sosial
Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka
terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan,
kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa
berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
5. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas
Bila fungsi solidaritas ini dibangun secara
serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar
"Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang tertib.
Menggunakan istilah Habermas, perjuangan kita sekarang bukanlah satu melawan
yang lain (fight against) dalam kemajemukan sistem nilai itu, melainkan
perjuangan bersama untuk (fight for) menemukan sistem nilai yang melengkapi.
6. Fungsi Pembaharuan
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya
agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7. Fungsi Kreatif
Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi
pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan
hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga dimana tempat tersebut
untuk membimbing manusia yang mempunyai atau menganut suatu agama.
dan melembagai suatu agama.
dan melembagai suatu agama.
Seperti di Indonesia pelembagaan agamanya seperti MUI, MUI itu
sendiri singkatan dari Majelis Ulama Indonesia,yang menghimpun para ulama
indonesia untuk menyatukan gerak langkah islam di Indonesia, MUI yang
melembagai atau membimbing suatu agama khususnya agama islam.
Dengan kata lain pelembagaan agama adalah wadah untuk menampung
aspirasi-aspirasi di setiap masing-masing agama. ketika ada selisih paham yang
tidak sependapat dengan agama yang bersangkutan, maka masalah tersebut di bawa
ke pelembagaan agama, untuk di tindak lanjuti.dengan memusyawarahkan masalah
tersebut dan di ambil keputusan bersama dan di sepakati bersama pula.
Agama, Konflik dan Masyarakat
Secara sosiologis, Masyarakat agama adalah suatu kenyataan bahwa
kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah
kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam
kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan
terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme
yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan
terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah
masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan
agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat
diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah
darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit
berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved
(terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia
involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan
sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism,
bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita
harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism dalam
masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan
oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas
(kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu
tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain
itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh
perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian
juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang
didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana
tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok
agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah
kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga
negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat
perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin
kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan
keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung
membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya
kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan
pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan
konstitusi di Indonesia.
Di beberapa wilayah, integritas masyarakat masih tertata dengan
kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama terjalin dengan baik, didasarkan
kepada rasa solidaritas, persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan
kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil saja karena pada kenyataannya
masih banyak terjadi konflik yang disebabkan berbagai faktor yang kemudian
menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan
oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas
(kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu
tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain
itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh
perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian
juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang
didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana
tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok
agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah
kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga
negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat
perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin
kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan
keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung
membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya
kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan
pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan
konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu
tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum
minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks
relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab
masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori
konflik.
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
https://nathaniaseptavy.wordpress.com/tag/pelembagaan-agama
http://tantridilogi10.blogspot.com/2013/06/fungsi-agama-dalam-kehidupan.html
Komentar
Posting Komentar