Cerita Manusia dan Penderitaan : Wake me up
Penderitaan.
Satu kata yang sangat mengusik untuk dibahas.Manusia sering merasakan penderitan
karena rasa sedih yang sangat menggoreskan hatinya. Dan untuk menghilangakan
rasa sedih itu tak ayal butuh pelampiasan untuk melupakan.Entah itu berupa
kegiatan ataupun bantuan dari manusia lainnya.Karena penderitaan itu juga tak
ayal manusia dapat melupakan segalanya termaksud Tuhan yang setiap saat selalu
berada disisinya.
Saya adalah sosok yang jika terjatuh tidak akan bangkit
dengan mudah melainkan akan terus terperosot dalam kesedihan.Butuh waktu yang
lama untuk saya bangkit dari penderitaan saya.Hingga kini saya masih dapat
merasaka rasa sakit itu walaupun sudah sekitar 1 tahun yang lalu. Memang rasa
sakit itu perlahan menghilang namun,tak saya pungkiri tiap saya mengingat-ingatnya
lagi seperti saya membuka luka basah yang selama ini tertutupi.Ketika Saya
bersama teman-teman, saya dapat lupa dengan semua hal yang telah menorehkan
luka pada saya,namun ketika saya sendirian didalam kamar,mematikan lampu lalu
mengosongkan pikiran saya semua kejadian itu seperti sedang bermain didepan
saya.Sepeti saya sedang menonton dibioskop dengan film kehidupan saya sendiri.
Untunglah saya dihadirkan teman-teman yang baik sekarang.Mereka selalu mencoba
untuk menghibur saya membuat saya
tertawa lepas hingga perut saya kesakitan.
Saya adalah sosok keras kepala namun mental lemah.Memang
agak aneh tapi kira-kira seperti itulah saya. Saya memimpikan mengenakan jas
putih dengan stetoskop melingkari leher saya.Mimpi itu sudah saya pupuk sedari
dulu. Saat saya TK , Ibu guru selalu menanyakan cita-cita muridnya bukan ? Dan
jawaban itu tak lepas dari “Saya ingin menjadi Dokter bu!” , “ Saya ingin
menjadi Polisi bu!” , “Saya ingin menjadi Guru bu!” atau “ Saya ingin menjadi
Pilot bu!” tak pernah lepas dari jawaban-jawaban itu. Dan Saya adalah salah
satunya yang menjawab “ Saya ingin menjadi Dokter bu!”. Menginjak sekolah dasar
profesi yang dicita-citakan menambah yaitu arsitektur. Dan jawaban saya masih
sama” Saya ingin menjadi dokter!”. Mengijak sekolah menengah pertama profesi
yang diinginkan semakin banyak , namun makin berkurangnya yang ingin menjadi
seorang guru. Saat itupun jawaban saya masih sama walaupun teman-teman saya
banyak yang beralih ke profesi yang lain , saya ingin menjadi dokter namun saat
itu saya sudah berpikiran untuk menjadi seorang dokter spesialis bedah.
Menginjak Sekolah menengah atas tak hanya profesi yang
dikejar namun universitasnya juga. Tak sedikit
orang yang hanya mempedulikan universitasnya saja karena ketenarannya. Saya tak
munafik saya pernah berada diposisi itu,hanya melihat universitasnya
saja.Namun, mungkin beda mereka dengan saya adalah mereka mencari peluang
bagaimanapun caranya mereka harus masuk universitas yang mereka inginkan tak
peduli jurusan yang mereka pilih adalah jurusan yang baru di universitas itu
sehingga kualitasnya belum diketahui atau jurusan yang sama sekali “menggelikan”
bagi mereka. Didalam pikiran mereka hanya satu “ Saya ingin menjadi mahasiswa
disana”. Sedangkan Saya masih bertahan dengan jurusan yang saya mimpikan sejak
TK dulu ditambah dengan jurusan yang masih berhubungan dengan cita-cita saya,
keperawatan.
Pengumuman jalur masuk universitas melalui raport diumumkan 2 hari sebelum saya berulang tahun.
Doa Saya hanya satu , saya menjadi mahasiswa di universitas yang saya pilih dan
itu akan menjadi kado yang terbaik yang pernah saya dapatkan. Namun, hal yang saya
doakan tak terwujud . Itu membuat perasaan saya begitu tergores.Saya hanya
dapat melihat teman-teman saya yang diterima meloncat kegirangan dan bersuka
ria dengan membuat status di sosial media mereka . Sedangkan saya? Saya hanya
terdiam didalam kamar bertangis-tangis ria hingga saya hanya dapat
tersendat-sendat saja tanpa mengeluarkan air mata dan tak memegang handphone .
Disitu saya berusaha bangkit . Saya ingin mengejar
jalur-jalur lainnya. Saya belajar tiap harinya hingga buku yang berisi soal-soal
habis dan melihat orang yang senasib dengan saya masih bermain-main.Saya membuang
seluruh rasa ego saya untuk bersenang-senang dan lebih memilih belajar dirumah,
berteman dengan buku-buku hingga larut malam.Hari pengumumanpun tiba dan situ
saya mengumpat pada diri saya. Saya yang belajar hingga larut malam dan mata berkantung tidak
lolos sedangkan orang-orang yang mengganggap sepele test itu dengan
bersenang-bersenang diterima!! Disitu saya mulai memberontak pada diri saya dan
masa bodo dengan segala hal. Banyak orang yang menghina saya dan memupuskan
angan-angan saya dan itu diutarakan
tanpa adanya basa-basi tepat dihadapan saya dengan muka tak ada belas kasih
sama sekali ke saya. Itu membuat luka yang tergores pada saya sebelumnya
seperti ditumpahkan alkohol kadar tinggi. Saya hanya dapat mengumpat-umpat dan
mengutuk-ngutuk didalam hati. Saya tak perlu seperti mereka dengan
mengolok-olok mereka seperti yang mereka lakukan ke Saya.Saya tak ingin seperti
mereka , menurut saya seorang yang terpelajar takan melakukan hal seperti itu.
Allah menghadiahkan hadiah yang begitu manis pada saya.
Saya di hadiahkan teman-teman saya yang begitu baik pada saya. Jika saya
sedikit “melenceng” mereka tak sungkan memberi tahu saya dengan segala cara
yang mengayomi bukannya menutut.Mereka mengajari saya segala hal seperti saling
mengisi. Saya dapat bercerita begitu lepas pada mereka. Dan sedikit saya
mengerti arti salah satu surat pada Al-Quran yang hubungkan dengan kehidupan
saya isinya,
“ Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?”
Komentar
Posting Komentar